“Mestinya aku tidak membohongi diri sendiri atau orang lain. Mestinya aku tidak berpura-pura segalanya sempurna”
Penulis: Clarissa
Goenawan
Penerbit: GPU
Jml hal: 368 halaman
Ini buku kedua dari Clarissa Goenawan yang kubaca setelah Rainbirds.
Premisnya menurutku bisa dibilang mirip-mirip sih dimana kedua buku sama-sama
berlatar Jepang mengisahkan tentang
kematian seorang secara misterius diceritakan dari sudut pandang orang
terdekatnya. Bedanya, pada buku ini kematian tersebut dilakukan secara sengaja
karena Miwako yang memutuskan mengakhiri hidupnya (trigger warning: suicide).
Miwako Sumida sendiri merupakan seorang gadis pendiam nan misterius yang suka
membaca. Menurutku Miwako ini pribadi yang unik sih, dari awal cerita dia
digambarkan sangat tertutup sekaligus rapuh seolah sudah menyimpan banyak hal
yang tidak terduga. Buku ini akan mengajak kita menyelami misteri alasan Miwako
mengakhiri hidupnya sekaligus mengenal Miwako lebih dalam melalui sudut pandang
tiga orang terdekatnya yaitu Ryusei Yanagi, cowok yang menyukai Miwako namun
tidak kunjung diterima perasaannya, Chie Ohno yang merupakan sahabat terdekat
Miwako, dan Fumi Yanagi yang merupakan kakak Ryusei sekaligus pemilik galeri
tempat Miwako bekerja.
Ketiga orang tersebut secara bergiliran akan menceritakan bagaimana mereka
berdamai dengan kehilangan terhadap Miwako, mengenang kebersamaannya bersama
Miwako, dan pada akhirnya sama-sama menyadari bahwa seberapapun mereka merasa
sebagai orang terdekat Miwako, mereka ternyata bahkan tidak mengetahui masalah
yang dialami Miwako. Tidak dapat dimungkiri mereka merasa bersalah karena tidak
mampu membantu Miwako menghadapi bagian sulit dalam hidupnya. Selain mengenai Miwako, setiap tokoh di sini
juga memiliki problematikanya masing-masing. Ryusei yang galau karena
perasaannya terhadap Miwako yang tidak kunjung diterima, kekhawatirannya
terhadap kakaknya, Chie yang kesepian karena selama ini merasa sebagai manusia
“transparan”, hingga Fumi yang kuat dan tegar bekerja demi menghidupi dirinya
dan adiknya serta mengalami krisis identitas atas gendernya. Pelik sekali deh
masing-masing tokoh di sini hmm.. Mendekati akhir, kita pada akhirnya akan
mengetahui alasan kelam dari keputusan Miwako untuk mengakhiri hidupnya hhh (menghela
napas dulu). Jujur kalo menurutku pribadi, aku sangat menyayangkan keputusannya
Miwako hmm padahal ada secercah terang untuk awal yang baru bersama Ryusei dan
orang terdekat lainnya mungkin. Hmm tapi dilema juga karena mungkin dia
se-“desperate” itu apalagi mengingat kejadian pahit yang dialaminya,
haduhh. Tapi setelah semua yang terjadi,
aku setuju banget sama kutipan yang kutulis di awal (itu merupakan
pernyataannya Miwako). Kadang kita juga perlu mengakui bahwa ada sesuatu yang
nggak baik-baik aja terutama ke orang terdekat yang kita percaya, sesederhana
karena keterbukaan itu yang bisa membantu kita. Apaya.. Karena seperti cerita
di atas, bahkan orang-orang paling dekat dengan kita sekalipun nggak bakalan
tau apa yang kita alami kalo kita nggak terbuka atas masalah tersebut. Kalo
mereka nggak tau ada yg nggak baik2 aja, ya gimana caranya mau bantu kan? Jadi,
jangan lupa untuk menyelamatkan dirimu sendiri ya, bukan berjuang sendiri lo,
tapi terbuka mengakui kalo lagi nggak baik-baik aja mungkin 😊