Teruntuk cerita senja yang kurindukan
Belakangan senjaku berubah bisu, tanpa suara
Ibukota menyamunnya jauh, menghilang
Ia tak lagi mengoceh tentang paras cantikmu,
Senjaku merajuk, tak mau kembali
Belakangan senjaku berubah bisu, tanpa suara
Tak ada lagi omelan para ibu menyambut anaknya
Tak juga denting lonceng merpati yang bergegas pulang
Bahkan tak juga tawa kecilmu yang katanya rindu
Yang ada hanya klakson, klakson, dan klakson lagi
Tak puas membuat senjaku bisu, biar tuli sekalian
Belakangan senjaku juga tak berwarna
Tak ada lagi lembayung, dengan semburat jingganya yang
muncul malu-malu
Tak ada sepoi angin genit yang mengelus pelan rambut
sebahumu
Tak ada lembut sisa jejak Baskara yang tergoda menikmati
siluet lekuk tubuhmu
Juga tak ada kita, yang rajin menitip rindu di sana
Kini warna senja sebatas abu-abu, dan tambahan goresan polusi yang
kentara
Indah senjaku belakangan hanya sebatas cerita
Menyiksaku dengan rindu
Menyiksaku dengan rindu
Hanya ada klakson, klakson, dan klakson
Serta beberapa gadis ibukota dengan poles yang menantang
Tentangmu,
akupun tak tau
Senja
memilih berhenti bercerita
Ibukota menyamunnya jauh, menghilang
Senjaku merajuk, tak mau kembali
Cerita
senjaku telah lama hilang
Tak
ada lagi kita
Jadi,
salahkan aku merindu?
Jakarta,
3 November 2017