Kelapa sawit (Elaeis) merupakan salah satu
komoditas hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan
perekonomian di Indonesia. Namun di balik fakta tersebut, keberadaan kelapa
sawit sendiri ternyata masih menjadi salah satu paradoks di mata masyarakat. Di
satu sisi kelapa sawit digadang-gadang atas pencapaiannya dalam kontribusinya
terhadap devisa negara, PDB, dan beberapa manfaat lainnya. Namun, di sisi lain
dituding juga sebagai biang keladi terhadap sebagian besar kasus kebakaran
hutan, pemanasan global, hingga bertanggung jawab atas masih buruknya pemenuhan
hak terhadap para pekerja yang bekerja di sektor tersebut.
Isu negatif tersebut didukung oleh pernyataan Butler
(2018) yang menyatakan bahwa praktik tidak ramah lingkungan, seperti teknik
pembukaan lahan dengan pembakaran hutan dan pembuangan limbah yang tidak terkendali
telah menimbulkan citra buruk bagi industri kelapa sawit Indonesia . Hal ini
juga berujung pada kampanye negatif yang menyebabkan terhambatnya pengembangan
industri kelapa sawit.
Permasalahan tersebut tentunya perlu segera diluruskan
mengingat prospek cerah kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia yang
tidak main-main dan akan sangat disayangkan jika dibiarkan begitu saja alias
tidak dimaksimalkan. Adapun potensi-potensi yang dimiliki oleh kelapa sawit
diantaranya:
1. Berperan
Besar dalam Peningkatan Perekonomian
Menurut data BPS (2017), kelapa sawit memiliki potensi
yang besar untuk meningkatkan
perekonomian mengingat Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir
kelapa sawit terbesar dunia. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas ekspor
Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara selain minyak dan
gas. Jika dilihat trend empat tahun terakhir, total ekspor minyak kelapa sawit cenderung
mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 2016 yang mengalami penurunan. Pada
tahun 2013 total volume ekspor mencapai 22,22 juta ton dengan total nilai
sebesar US$ 17,14 milyar, meningkat menjadi 29,07 juta ton pada tahun 2017
dengan total nilai sebesar US$ 20,72 milyar.
Selain peluang ekspor yang semakin terbuka, pasar
minyak sawit dan minyak inti sawit di dalam negeri masih cukup besar di mana pasar
potensial yang akan menyerap pemasaran minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit
(PKO) adalah industri fraksinasi/ranifasi (terutama industri minyak
goreng), lemak khusus (cocoa butter substitute), margarine/shortening,
oleochemical, dan sabun mandi.
2. Diperlukan
dalam Berbagai Sektor Industri
Seperti yang telah dijelaskan di atas, minyak sawit
(CPO) dan minyak inti sawit (PKO) merupakan bahan dasar maupun tambahan dalam
pembuatan berbagai produk sehingga dibutuhkan dalam berbagai sektor industri,
mulai dari minyak goreng, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat,
radio, hingga industri farmasi. Tidak hanya minyak dari buahnya, ampas dari
sisa pengolahan tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak atau
pupuk kompos, sedangkan tempurungnya dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan
arang.
3. Pohon
Kelapa Sawit Menyimpan Lebih Banyak CO2 dan Menyerap Lebih Banyak O2
Selama ini, kelapa sawit
seringkali disebut sebagai penyebab berbagai permasalahan lingkungan, global
warming, kebakaran hutan, dan berbagai permasalahan lainnya. Padahal, informasi
program ramah lingkungan yang berkaitan dengan kelapa sawit di mana tidak banyak
diketahui adalah mengenai perkebunan kelapa sawit yang menyimpan lebih banyak
karbon dioksida (CO2) dan melepaskan lebih banyak oksigen (O2
). Hal ini sesuai dengan RSPO kriteria 1.1.(INA-NIWG, 2008).
Berdasarkan potensi-potensi yang telah disebutkan di
atas tentunya menunjukkan bahwa #SawitBaik dan sangatlah diperlukan usaha untuk
memaksimalkan potensi tersebut salah satunya adalah dengan memaksimalkan
Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Dalam ISPO, faktor-faktor yang dapat
meningkatkan produksi ditingkatkan tanpa mengabaikan keberlanjutan kelapa sawit
tersebut terhadap lingkungan. Hal tersebut berarti meningkatkan keketatan
pengawasan pelaksanaan aturan yang ada sehingga tetap melestarikan
keanekaragaman hayati dengan cara mengembangkan perkebunan hanya pada lahan
yang sesuai dan areal budi daya. Kelapa sawit yang berkelanjutan juga berarti
menjamin kesejahteraan dari pekerja yang ada di sektor ini, sehingga tidak ada
lagi ketimpangan harga maupun standar pemenuhan hal yang buruk.
Bercermin dari pemaparan di atas, diharapkan ke
depannya ada sinergi positif antara semua golongan untuk saling merangkul dalam
mendukung kemajuan industri kelapa sawit, sehingga tidak ada lagi contoh permasalahan
dibesar-besarkan dan dianggap terjadi pada keseluruhan sektor yang berakibat
terhambatnya potensi yang dapat dikembangkan. Mari melalui Indonesia
Sustainable Palm Oil (ISPO) kita wujudkan sawit kuat, Indonesia hebat.
Referensi
[INA-NIWG]Indonesian
National InterpretationWorking Group. 2008. Interpretasi Nasional Prinsip
dan Kriteria untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia (Dokumen
Final). Jakarta: INA-NIWG.
Badan
Pusat Statistik. 2017. Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2017. Jakarta:
BPS.
Butler
RA. 2008. Minyak Kelapa Sawit Tidak Harus Buruk Bagi Lingkungan.
http://mongabay.com/ indonesian/kelapa2.html. (diakses tanggal 20 September 2019)
Kemendag.
2011. Warta Ekspor DJPEN/MJL/002/06/2011
Edisi Juni. Jakarta: Kementrian Perdagangan RI