Sumber gambar: Google.com
Kemiskinan merupakan salah satu masalah pelik yang masih menjadi bagian dari daftar panjang permasalahan di Indonesia yang harus segera ditemukan penyelesaiannya. Menurut KBBI, kemiskinan sendiri memiliki pengertian sebagai situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum. Salah satu cara yang digunakan adalah memantau bagaimana keadaan kemiskinan di Indonesia dan keberhasilan program pengentasan kemiskinan adalah dengan melihat perkembangan datanya dari hasil yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic need approach yang bersumber dari World Bank) di mana kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut Garis Kemiskinan (GK).
Kabar gembira datang dari data yang dipublikasikan BPS
yang menyatakan bahwa terdapat penurunan angka kemiskinan yang terjadi di Bulan
Maret 2018. Hal tersebut digambarkan oleh data yang menunjukkan di Bulan Maret
penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan di
Indonesia mencapai 25,95 juta orang (9,82 persen), berkurang sebesar 633,2 ribu
orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang
(10,12 persen). Penurunan tersebut didukung oleh kenaikan
GK Indonesia (secara umum, belum membedakan antar wilayah) pada Bulan Maret
yaitu sebesar Rp 401,220 per bulan per kapita yang meningkat dibandingkan GK
September 2017 yaitu Rp 387.160. Persentase
angka kemiskinan pada Bulan Maret tersebut sekaligus menjadi kali pertama angka
kemiskinan menyentuh satu digit, sehingga sempat mandapat beberapa respon yang
justru meragukan sumber data BPS.
Kemiskinan sendiri
merupakan salah satu masalah multidimensi yang dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang, sehingga respon-respon tersebut dinilai merupakan suatu hal yang
wajar. Apalagi di tengah gencarnya perpolitikan di Indonesia yang mengarahkan
penurunan kemiskinan sebagai bentuk pembangunan citra positif pemerintah di
mata rakyat. Dilansir dari wawancara khusus yang dilakukan oleh wartawan Tempo,
Kepala BPS Suhariyanto membantah bahwa data yang ia sajikan bersifat politis.
Adapun penyebab penurunan kemiskinan tersebut diantaranya selama September 2017
hingga Maret lalu, tingkat inflasi 1,92 persen; rata-rata pengeluaran per
kapita per bulan rumah tangga 40 persen lapisan terbawah tumbuh 3,06 persen;
bantuan sosial pemerintah triwulan pertama tumbuh 87,6 persen, dibanding
triwulan pertama 2017 yang hanya tumbuh 3,39 persen; serta program beras
sejahtera dan bantuan pangan nontunai triwulan pertama tepat jadwal.
Di samping itu, untuk meluruskan respon-respon kontra
dari masyarakat tersebut, BPS telah merilis edukasi statistik untuk menjelaskan
lebih lanjut mengenai angka-angka dalam profil kemiskinan di Indonesia di Bulan
Maret 2018. Langkah ini sekaligus memberikan pemahaman kepada masyarakat awam
mengenai independensi data keluaran BPS yang konsep, metodologi, dan
perhitungan kemiskinan yang dilakukannya mengikuti kaidah statistik yang
berlaku secara internasional. Di luar tanggapan-tanggapan negatif tersebut, penurunan
data kemiskinan tersebut dapat dijadikan sarana untuk berbenah terhadap program-program pengentasan
kemiskinan yang harus diteruskan maupun diganti untuk mewujudkan penurunan
angka kemiskinan di bulan-bulan berikutnya. Diterapkannya hal
tersebut tentunya akan kabar baik lainnya yaitu penurunan angka kemiskinan yang tidak hanya terlihat dari sudut pandang ekonomi, tetapi juga dari
sudut-sudut pandang lainnya.
(Dari berbagai
sumber)
*Ditulis untuk Forkas dalam rangka mengisi buletin MK