#TalkStats: "Penurunan Angka Kemiskinan Bulan Maret 2018: Langkah Awal Berbenah"


                                     Sumber gambar: Google.com

         Kemiskinan merupakan salah satu masalah pelik yang masih menjadi bagian dari daftar panjang permasalahan di Indonesia yang harus segera ditemukan penyelesaiannya. Menurut KBBI, kemiskinan sendiri memiliki pengertian sebagai situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum. Salah satu cara yang digunakan adalah memantau bagaimana keadaan kemiskinan di Indonesia dan keberhasilan program pengentasan kemiskinan adalah dengan melihat perkembangan datanya dari hasil yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic need approach yang bersumber dari World Bank) di mana kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut Garis Kemiskinan (GK).
Kabar gembira datang dari data yang dipublikasikan BPS yang menyatakan bahwa terdapat penurunan angka kemiskinan yang terjadi di Bulan Maret 2018. Hal tersebut digambarkan oleh data yang menunjukkan di Bulan Maret penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia mencapai 25,95 juta orang (9,82 persen), berkurang sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang (10,12 persen). Penurunan tersebut didukung oleh kenaikan GK Indonesia (secara umum, belum membedakan antar wilayah) pada Bulan Maret yaitu sebesar Rp 401,220 per bulan per kapita yang meningkat dibandingkan GK September 2017 yaitu Rp 387.160. Persentase angka kemiskinan pada Bulan Maret tersebut sekaligus menjadi kali pertama angka kemiskinan menyentuh satu digit, sehingga sempat mandapat beberapa respon yang justru meragukan sumber data BPS.
 Kemiskinan sendiri merupakan salah satu masalah multidimensi yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, sehingga respon-respon tersebut dinilai merupakan suatu hal yang wajar. Apalagi di tengah gencarnya perpolitikan di Indonesia yang mengarahkan penurunan kemiskinan sebagai bentuk pembangunan citra positif pemerintah di mata rakyat. Dilansir dari wawancara khusus yang dilakukan oleh wartawan Tempo, Kepala BPS Suhariyanto membantah bahwa data yang ia sajikan bersifat politis. Adapun penyebab penurunan kemiskinan tersebut diantaranya selama September 2017 hingga Maret lalu, tingkat inflasi 1,92 persen; rata-rata pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga 40 persen lapisan terbawah tumbuh 3,06 persen; bantuan sosial pemerintah triwulan pertama tumbuh 87,6 persen, dibanding triwulan pertama 2017 yang hanya tumbuh 3,39 persen; serta program beras sejahtera dan bantuan pangan nontunai triwulan pertama tepat jadwal.
Di samping itu, untuk meluruskan respon-respon kontra dari masyarakat tersebut, BPS telah merilis edukasi statistik untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai angka-angka dalam profil kemiskinan di Indonesia di Bulan Maret 2018. Langkah ini sekaligus memberikan pemahaman kepada masyarakat awam mengenai independensi data keluaran BPS yang konsep, metodologi, dan perhitungan kemiskinan yang dilakukannya mengikuti kaidah statistik yang berlaku secara internasional. Di luar tanggapan-tanggapan negatif tersebut, penurunan data kemiskinan tersebut dapat dijadikan sarana untuk berbenah terhadap program-program pengentasan kemiskinan yang harus diteruskan maupun diganti untuk mewujudkan penurunan angka kemiskinan di bulan-bulan berikutnya. Diterapkannya hal tersebut tentunya akan kabar baik lainnya yaitu penurunan angka kemiskinan yang tidak hanya terlihat dari sudut pandang ekonomi, tetapi juga dari sudut-sudut pandang lainnya.


(Dari berbagai sumber)

*Ditulis untuk Forkas dalam rangka mengisi buletin MK

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama